Rabu, 21 November 2018

Jalan ini.

Tidak seperti biasa pagi minggu ini tidak saya habiskan sekedar tidur atau gegoleran bersama pasangan tidur saya (re : kasur), karena takdir saya berada di Dinas Peternakan Kota Batu, saya habiskan pagi untuk berkeliling diselimuti udara dingin kota ini.

Sepi namun happy, hambar tapi segar.

Kurang lebih 30 menit saya berkeliling. Jalanan biasa, dengan kehijauan sejauh mata memandang, kandang-kandang sapi perah, nikmat bukan sekedar memikat.

Semua itu baru saya sadari sekembalinya saya ke salah satu kamar acara LK HmI FISIP Brawijaya.
Sama halnya seperti setiap perjalan dalam kehidupan ini, selalu kita berfokus pada setiap tujuan yang ingin kita tuju, menghitung secara matematis setiap untung rugi berdasarkan cara dan jalan dengan hasil pada tujuan.

Selalu kita lupa, memperhatikan, menyadari, serta mensyukuri apa yang ada di setiap jalan yang kita lalui. Selalu lupa kita hitung proses, padahal selalu banyak pelajaran yang harusnya bisa dipetik dalam perjalan ini.

Dan kita selalu lupa, hal-hal kecil adalah gambaran dari hal-hal besar dalam hidup yang selalu bisa kita petik pelajarannya.

Ditulis pada 26 Maret 2017
(Adhnn)

Cerita Anak Negeri

Pada tanggal 21 januari 2014 sampai saya di salah satu kota mega di Indonesia, di Pulau Sumatera yaitu Palembang. 

22 januari 2014 saya lanjutkan perjalanan bersama salah satu kawan ke -entah apa namanya, kota, desa atau dusun saya bingung- Indralaya, masih saya ingat kali pertama saya ke Indralaya pertengahan 2013, tempat yang gersang, yang masih kurang sentuhan pembangunan, namun tetap tidak terasa asri. Yang ada dibenak kala pertama tempat ini bak tempat persinggahan atau hanya sebagai alur mobil-mobil pengangkut segala macam jenis benda. Tempat yang siangnya terlalu bising dengan suara mobil-mobil berukuran besar dan kala malam sunyi dengan sesekali tetap suara kendaran yang didengar. 

Kali ini negeriku tercinta sedang ber-trend banjir, entah dikarenakan musim penghujan entah karena faktor lain. Diperjalanan pagi dari Palembang menuju Indralaya terasa angin dingin menerpa wajah, namun kami harus beradu dengan asap kendaraan serta beradu dengan mobil-mobil yang berukuran luar biasa dilengkapi dengan infrastruktur jalanan yang masih terbilang cukup. Ku nikmati setiap mil yang kami tempuh. Kurang lebih 300 meter dari persimpangan 3 yang kami lewati entah mengapa mataku terpusat pada bangunan sederhana, sekolah dasar, tempat pejuang-pejuang kecil yang kelak akan membangun negeri Ini, daerah itu dekat dengan rawa, kala ini musim penghujan, lapangan sekolah mereka digenangi air. Ada satu hal yang sanggup membuat mataku berair, susunan kayu yang disusun di hadapan tiang sang merah putih yang aku terka menjadi tempat sang pejuang-pejuang kecil melaksanakan aktifitas rutin yaitu upacara bendera. 

Haruku bertambah ketika memikirkan bahwa genangan air tidak menjadi masalah mereka untuk sekedar menghormati sang dwi warna, khayalku sampai pada mereka melaksanakan upacara, menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan semangatnya dengan jari-jari mereka yang tersusun rapi di ujung topi merah.

Haruku menjadi amarah ketika terbayang kelakukan pemimpin negeri yang memperkosa ibu pertiwi, mengeruk bumi ibu pertiwi, disaat penerus negeri untuk menimba ilmu-pun masih harus menghadapi kendala yang seharusnya bisa ditanggulangi. Haru dan amarah yang bercampur kala itu, tetesan rintik hujan bersama air mataku, hanya satu pesanku untuk ibu pertiwi. Ibu, anak-anakmu akan terus berjuang.

Ditulis pada 29 Januari 2014
(Adhnn)

Adil?

Warna hanya ilusi, keberadaanya dipengaruhi oleh pantulan cahaya, dan persepsi kita atas warna dipengaruhi oleh permukaan reflektif objek.
Kondisi tertentu men-distorsi kerja otak untuk menyimpulkannya berdasarkan ingatan.  
Warna tidak berhakikat, hanya keadaan subjektif yang dikira entitas objektif. 

Sama halnya dengan kita, perbedaan hanya konstruksi yang dibangun atas kepentingan ego manusia. 
Batas-batas kita yang bentuk semua, hingga standar dicipta untuk mempersempit persaingan di dunia. 
Kebebasan manusia hanya cerita, tidak merata, bahkan bukan realita. 

Warna hanya ilusi.
Kebebasan hanya cerita.
Berarti keadilan hanya mimpi.

Ditulis pada 02 Juni 2018.
(Adhnn)

Salah

Bagaimana ku lupa.
Awal cerita kau memulainya.
Pencarianmu sebagai mula rasa.
Akhirnya terbiasa.

Kau memberi celah.
Setiap kata dengan tanda tanya.
Ku kira bisa
Ternyata menjebak asa

Perlahan kau pergi
Menghilang tak berarah
Melupakan semua ini
Katamu ini salah

Ditulis pada 06 Juni 2017
(Adhnn)

Harusnya, Setara.

Mungkin kami berbeda
Padahal sebenarnya sama saja
Keterbatasan harusnya bukan masalah
Karena kami-pun manusia

Mungkin kami tidak punya
Padahal sebenarnya kita setara
Kekurangan harusnya bukan masalah
Karena kami-pun manusia

Kalian yang merasa sempurna
Merasa punya segalanya
Kelebihan harusnya bukan membuat lupa
Bahwa kami-pun manusia

Kami hanya ingin setara, dianggap keberadaannya.
Kami hanya ingin setara, dianggap manusia seutuhnya.

Ditulis pada 03 April 2017
(adhnn)

Selasa, 20 November 2018

Menyederhanakan Singgalang Lewat Kopi

Gunung selalu dijadikan salah satu simbol dari petualangan, perpaduan antara usaha dan keindahan yang akan selalu berakhir pada kenikmatan, sama halnya dengan sebuah gunung di Sumatera Barat bernama Singgalang. Tidak akan mudah, mencapai puncaknya harus ekstra usaha, tapi percayalah bahwa puncak akan membayar semuanya.
            Cerita ini tentang Budi, seseorang yang menciptakan Singgalang di Kota Pangkalpinang, Ibu Kota Bangka Belitung. Sebuah kedai kopi yang berada di sudut pertemuan 3 ruas jalan di Kecamatan Gabek, tepatnya di sebrang masjid Assa’adah Gabek. Pemberian namapun menjadi identitas dari pemilik kedai yang berasal dari negeri minang, Singgalang Coffee.
Kedai ini belum genap berusia 2 bulan, awal berdiri pada akhir September 2018. Ukurannya tidak lebih dari hasil perkalian antara 3 meter dan 2,5 meter, tidak luas, bukan berarti tidak bisa dinikmati. Kedai kecil yang akan menarik perhatian setiap pengendara yang melewati persimpangan ini. Perpaduan antara minimalis dan kesederhanaan, namun tidak dengan kesan murahan.
Hanya terdapat 3 meja yang terdiri dari beberapa kursi, juga sebuah meja bar dan tersusun kursi-kursi bar tinggi dengan sangat rapi, bisa dipastikan semua ini hasil tangan Budi sendiri. Seperti yang tertulis di atas, kedai ini perpaduan antara minimalis dan kesederhanaan namun tidak murahan. Menggambarkan ketidakaturan yang tertata rapi, sama halnya dengan alam yang selalu kita nikmati.
Grinder beserta seperangkat alat pembuatan kopi bisa diperhatikan dengan jelas, susunan seperangkat keperluan untuk menyajikan kopi di atas meja bersama gelas-gelas. Buku-buku pada rak di sudut kedai juga menjadi nilai tambah untuk kedai ini, foto-foto para bapak proklamasi terpampang rapi di dinding kedai, kesan revolusi, seperti halnya slogan yang digunakan Budi “Stop pembodohan para penikmat kopi”.
Perpaduan disain dengan warna hitam dan coklat disoroti lampu neon kuning tidak akan membuat kita untuk bertolak lekas, dengan lokasi di persimpangan membuat kita dapat menikmati hiruk-pikuk jalanan dengan jelas, bersama kopi. Bermacam pilihan menu kopi yang tersedia, dari kopi hitam hingga V60, dari yang dingin hingga temperatur tinggi. Berbagai metode juga kerap Budi atraksikan dalam menyajian kopi.
Tidak ada alasan yang cukup kuat untuk para penikmat kopi tidak datang ke sini, dengan semua hal yang tersedia, variasi kopi yang beraneka, serta harga yang tidak seberapa. 20ribu adalah harga termahal kopi yang disajikan oleh Budi. Satu hal lagi, Singgalang Coffee mulai beroperasi pukul 13.00 WIB hingga dini hari sampai pengunjung sepi. Lalu, tunggu apa lagi?
Persamaan antara gunung dan kopi adalah tentang cara menikmati, dari Singgalang untuk penikmat kopi.

Senin, 19 November 2018

Internet

Saya mungkin salah satu manusia di bumi yang berfikiran bahwa yang mahal itu hanya untuk teknologi stuff, karena di era yang semua serba teknologi ini kemampuan akses peralatan teknologi baik itu gadget mau-pun personal computer harus cepat dan pintar, dalam artian pintar adalah tidak mudah lelet dan memiliki daya recovery yang baik dan proteksi yang unggul agar tidak mudah terserang virus. Dengan alasan tersebut akhirnya saya membeli (dibelikan orang tua) iphone 7 di awal 2017, salah satu smartphone terbaik di masanya (tidak ada niatan sombong sama sekali, demi tuhan).

Sebenarnya tidak banyak hal yang saya butuhkan dalam menggunakan gadget, hanya untuk sosial media, games, serta beberapa aplikasi dan browser yang bisa menggunakan smartphone dengan harga yang lebih murah daripada smartphone saya sekarang namun seperti alasan di atas, cepat dan pintar karena koneksi internet agar cepat salah satunya dipengaruhi oleh alat yang digunakan. 

Berbicara pemanfaatan internet hari ini luar bisa maraknya dan beragam, saya punya agak banyak aplikasi sosial media di smartphone saya dari twitter sampi tinder yang sebenarnya cuma 3 sampi 4 sosial media yang benar-benar saya gunakan. Hal ini semata hanya untuk mendaptkan informasi lebih ketika berbicara dengan orang lain terkait perkembangan sosial media, bahasa kerennya biar ga kudet.

Namun, Beberapa bulan terakhir saya merasa terganggu dengan konten-konten yang muncul di akun sosial media saya, baik itu instagram dengan konten sponsor-nya maupun konten video yang muncul di youtube. Dari sini saya mulai menyadari beberapa hal tentang cara bergeraknya dunia maya dalam menyerap informasi kita sebagai pengguna internet. 

Awalnya akun instagram saya tidak saya protect, namun sering terjadi hal yang aneh yaitu, beberapa kali sering muncul post-an dari akun yang berdasarkan perasaan saya yang sangat sensitif ini tidak pernah saya follow, hal ini terjadi berulang dan most of adalah akun-akun jualan. Terkadang instagram saya juga melakukan auto-unfollow, dan lagi menurut perasaan saya yang sensitif ini tidak pernah saya lakukan itu.

Berdasarkan informasi dari teman bahwa untuk menghindari itu akun instagram mending diprotect agar bot instagram tidak bisa melakukan kontrol terhadap akun kita, saya ikuti anjurannya. Namun sekarang instagram memiliki fitur untuk promote yang di-“sponsor”, iklan yang dipromosikan juga terkadang mirip dengan apa yang saya search di browser maupun instagram dan sayangnya hal ini tidak bisa diatasi dengan protect akun bahkan tidak ada jalan untuk pergi dari dilakukannya promosi yang masuk ke akun kita, tidak ada pilihan sama sekali selain menghapus instagram.

Selanjutnya, saya udah lama tidak mengunduh lagu karena sekarang tersedia aplikasi musik yang  membuat kita bisa mendengar lagu hanya dengan streaming, tapi kalau sedang di kosan youtube adalah pilihan terbaik untuk mendengarkan musik, karena koneksi internet tanpa kuota dan pc yang tidak usah takut kehabisan batre, hanya akan menyebalkan ketika PLN melakukan pemadaman bergilir.

Seringnya saya mendengarkan lagu di youtube hampir setiap saya berada di kosan, ada hal aneh lagi terjadi, pertama tampilan beranda selalu menampilkan hal yang berhubungan dengan video yang kita lihat, dan seakan mengerti video apa saja yang kita sukai. Awalnya biasa saja, tapi ketika mendengarkan lagu dan auto-play dijalankan lagu akan diacak dengan lagu-lagu itu melulu, sehingga untuk memulai kehidupan per-youtube-an yang baru saya harus menghapus history di akun youtube. Hal ini biasa saja, tapi cukup mengganggu bagi saya pengguna internet aktif. 

Karena beberapa alasan tersebut saya mencoba untuk membicarakan hal yang menurut saya serius ini dengan teman yang lebih paham dengan  internet beserta keluarganya, teman saya adalah mahasiswa teknik telekomunikasi di universitas telkom bandung.

Menurut penjelasan beliau bahwa ini adalah teknologi termutakhir di internet, semua pencarian yang kita lakukan di internet akan tersimpan dalam sebuah tempt penyimpanan kasat mata yang ntah di mana, dan akan melakukan sebuah proses ntah apa namanya sehingga terkoneksi dengan semua akun kita dengan email yang sama atau gadget maupun Pc yang kita gunakan sehingga akan menampilkan konten berdasarkan apa yang pernah kita cari. Hal ini membuat semua hal terlihat begitu pintar dan praktis, seakan mengerti apa yang kita sebagai pengguna butuhkan. Dan data ini sepertiny bisa diperjual-belikan kepada perusahaan yang bergelut dalam bidang bisnis barang dan jasa.

saya menarik kesimpulan lain bahwa ada siklus yang berputar dan menjebak kita dalam sebuah dunia imajiner sehingga kita tidak akan pernah keluar dari siklus tersebut jika tidak kita sadari. Maksudnya begini, kalau kita sering melakukan pencarian dengan keyword kebenaran flat earth maka konten yang sering sekali muncul adalah hal-hal yang mendukung flat earth sangat kecil kemungkinan akan muncul konten yang sebaliknya. Hal ini menjadi bahaya denga tingkat kemalasan manusia untuk mencari dan dunia maya memanjakan seperti ini kita terjebak dalam siklus yang sama, bagai tikus dalam tempurung, saya lupa istilahnya.

Akhirnya, berdasarkan apa yang ditampilkan kita menjadikan hal itu sebagai dasar kebenaran dan selalu kita pegang tenguh, tanpa melakukan perbandingan dengan hal yang berlawanan karena jika tidak dilakukan oleh kita sendiri maka internet secara otomatis akan menampilkan hal yang pernah kita lakukan pencarian. Internet seakan begitu terbuka, ternyata sama saja, mengekang kita, menjebak manusia dalam ilusi, hal yang diharapkan mencerdaskan ternyata sama saja, melakukan pembodohan. Seperti tindakan pemerintah pusat kepada daerah.




januari 2018.

Semoga Kelak Kembali


Putih itu awan
Laut ialah membiru
Gelap pada malam
Kuning kemerahan tanda untuk pagi
Mencari aman
Berselimut haru
Melepas yang digenggam
Karena semuanya berakhir untuk pergi.
-
-
-
Kamu tahu, sering Malang ku caci
Ingin pergi, dalam doa adalah pasti
Hari ini, benar harus pergi
Kemudian, dalam doa ku harap kembali.
Segala hal yang ada di sini, aku undur diri.
Terimkasih.

Untuk Aku

Untuk orang sepertiku
berharap adalah setiap udara yang ku hirup
impian adalah setiap kata yang ku lafalkan

Untuk orang sepertiku
Menunggu tidak akan pernah membosankan
Karena, aku terbiasa bersenda gurau dengan kesendirian
Karena, aku terbiasa bercerita bersama kesunyian

Untuk orang seperti aku
Cemas adalah kebutuhan
Dan iklas adalah nutrisi untuk bertahan

Untuk yang sepertimu, mungkin

Aku bukan jawaban.

Minggu, 16 September 2018

Bendungan sigura-gura 6, no. 15.

16 September 2018.

Memiliki daya ingat cukup baik terkadang menyusahkan, apalagi ketika berusaha untuk biasa saja dalam menghadapi kata berpisah. Pagi ini terbangun di ruang menyendiriku, seperti biasa tidak ada yang nampak benar-benar berbeda, disain barang-barang di ruang kecil inipun tidak ada yang berbeda karena kesannya akan selalu sama, yaitu berantakan. Aku benar-benar sudah tidak perduli tata letak ruangan lagi, toh semuanya akan segera ku karduskan bersama kenangan yang ada di sini untuk ku bawa pulang.

Untuk menyegarkan diri, beralih ke roof top kosan adalah cara terbaikku. Menyendiri saat mata hari terbit atau terbenam, ah entah kapan aku mulai semelankolis ini. Tempat ini indah, objeknya selalu sama tapi kesan yang diberikan akan selalu berbeda, percayalah! Ah tapi maaf aku sepertinya sudah tidak memiliki banyak waktu untuk mengajak kalian merasakan perasaan yang sama ketika di sini.

Hari ini rasanya memang berbeda, di atap ini biasanya ku habiskan untuk berfikir tentang “Apa kabar keluargaku? Apa mereka baik-baik saja?” atau “Bagaimana adik-adikku di komisariat, apakah setiap hari mereka mendapatkan nustrisi wacana yang cukup? Jangan sampai mereka tumbuh dengan sangat pragmatis” bahkan “Apalagi yang harus ku tuliskan untuk menyelesaikan skripsi ini?” hari ini berbeda, ada emosi yang ingin meluap keluar.

Tepat hari ini, 6 tahun 23 hari sudah aku di kota ini. Aku ingat sekali waktu itu tanggal 23 Agustus 2012, hari aku harus datang ke kota ini dengan alasan melanjutkan studi, tidak bersyukur yang dapat ku gambarkan kala itu. Menyedihkan, harus berkuliah di kota yang tidak pernah aku harapkan dan jauh, rasanya amat sangat jauh dari rumah ditambah dengan sederet kegagalan untuk berkuliah di kampus impan. Di pesawat, aku hampir menitikkan air mata tapi maaf aku masih sangat kuat kala itu, gairah remaja dengan gengsi dan ego yang diutamakan menjadi perisai terbaik untuk tidak menangis.

Kalian tenang saja, hari ini aku juga tidak berencana untuk menangis, tapi terkadang mataku berkaca-kaca ketika berada di roof top ini, pikirku hanya karena dinginnya udara kota ini bercampur dengan suhu tubuh bangun tidur yang masih hangat. Kalian harus tahu, aku sudah sangat hafal tentang diriku dan kota ini, setiap yang terjadi aku pasti tau. Jadi, yang aku katakan itu benar bahwa aku tidak berencana untuk menangis.

Ah, 6 tahun ini waktu yang lama tapi sebentar, lama untuk perkuliahanku dan sangat sebentar untuk aku menghabiskan waktu lebih lama di sini. Hari ini, aku bersyukur takdir melemparku jauh ke sini, tidak membiarkanku hidup sesuai rencana remajaku. Terlalu banyak hal yang harus aku syukuri alih-alih mencaci maki atas takdir yang mungkin memang sudah digariskan. Kalau tidak, aku mungkin akan selalu mengutamakan ego kebanding mengedepankan sisi simpati dan empati kemanusiaan. Hal terbaik dalam hidup adalah mengambil sisi positif dari tiap perjalanan yang kita mulai dan juga setiap yang kita mulai harus kita akhiri.

Malang santai sayang.
Adhan.