Minggu, 16 September 2018

Bendungan sigura-gura 6, no. 15.

16 September 2018.

Memiliki daya ingat cukup baik terkadang menyusahkan, apalagi ketika berusaha untuk biasa saja dalam menghadapi kata berpisah. Pagi ini terbangun di ruang menyendiriku, seperti biasa tidak ada yang nampak benar-benar berbeda, disain barang-barang di ruang kecil inipun tidak ada yang berbeda karena kesannya akan selalu sama, yaitu berantakan. Aku benar-benar sudah tidak perduli tata letak ruangan lagi, toh semuanya akan segera ku karduskan bersama kenangan yang ada di sini untuk ku bawa pulang.

Untuk menyegarkan diri, beralih ke roof top kosan adalah cara terbaikku. Menyendiri saat mata hari terbit atau terbenam, ah entah kapan aku mulai semelankolis ini. Tempat ini indah, objeknya selalu sama tapi kesan yang diberikan akan selalu berbeda, percayalah! Ah tapi maaf aku sepertinya sudah tidak memiliki banyak waktu untuk mengajak kalian merasakan perasaan yang sama ketika di sini.

Hari ini rasanya memang berbeda, di atap ini biasanya ku habiskan untuk berfikir tentang “Apa kabar keluargaku? Apa mereka baik-baik saja?” atau “Bagaimana adik-adikku di komisariat, apakah setiap hari mereka mendapatkan nustrisi wacana yang cukup? Jangan sampai mereka tumbuh dengan sangat pragmatis” bahkan “Apalagi yang harus ku tuliskan untuk menyelesaikan skripsi ini?” hari ini berbeda, ada emosi yang ingin meluap keluar.

Tepat hari ini, 6 tahun 23 hari sudah aku di kota ini. Aku ingat sekali waktu itu tanggal 23 Agustus 2012, hari aku harus datang ke kota ini dengan alasan melanjutkan studi, tidak bersyukur yang dapat ku gambarkan kala itu. Menyedihkan, harus berkuliah di kota yang tidak pernah aku harapkan dan jauh, rasanya amat sangat jauh dari rumah ditambah dengan sederet kegagalan untuk berkuliah di kampus impan. Di pesawat, aku hampir menitikkan air mata tapi maaf aku masih sangat kuat kala itu, gairah remaja dengan gengsi dan ego yang diutamakan menjadi perisai terbaik untuk tidak menangis.

Kalian tenang saja, hari ini aku juga tidak berencana untuk menangis, tapi terkadang mataku berkaca-kaca ketika berada di roof top ini, pikirku hanya karena dinginnya udara kota ini bercampur dengan suhu tubuh bangun tidur yang masih hangat. Kalian harus tahu, aku sudah sangat hafal tentang diriku dan kota ini, setiap yang terjadi aku pasti tau. Jadi, yang aku katakan itu benar bahwa aku tidak berencana untuk menangis.

Ah, 6 tahun ini waktu yang lama tapi sebentar, lama untuk perkuliahanku dan sangat sebentar untuk aku menghabiskan waktu lebih lama di sini. Hari ini, aku bersyukur takdir melemparku jauh ke sini, tidak membiarkanku hidup sesuai rencana remajaku. Terlalu banyak hal yang harus aku syukuri alih-alih mencaci maki atas takdir yang mungkin memang sudah digariskan. Kalau tidak, aku mungkin akan selalu mengutamakan ego kebanding mengedepankan sisi simpati dan empati kemanusiaan. Hal terbaik dalam hidup adalah mengambil sisi positif dari tiap perjalanan yang kita mulai dan juga setiap yang kita mulai harus kita akhiri.

Malang santai sayang.
Adhan.